NAMANYA hingga kini tetap dikenal. Sebagai tokoh politik dan pejuang di Tanah Banjar. Walau berasal dari Taruntung, Sumatera Utara, Aidan Sinaga merupakan tokoh politik kaum republiken yang turut membidani bergabungnya Tanah Borneo ke pangkuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
FOTO Aidan Sinaga pun masih abadi dalam dinding seribu wajah di Balai Kota Banjarmasin. Ketika ada pengakuan kedaulatan RI oleh Kerajaan Belanda, Aidan Sinaga dipercaya sebagai Walikotapraja Banjarmasin tahun 1950-1958. Selain Aidan Sinaga, ada pula putra Batak lainnya yang sempat memimpin ibukota Provinsi Kalimantan Selatan, yakni Effendy Ritonga, Walikotamadya Banjarmasin era 1984-1989.
Peneliti sejarah Banjar, Wajidi Amberi mengungkapkan sosok Aidan Sinaga sebagai politisi sekaligus pejuang kemerdekaan RI berawal ketika dirinya menjadi guru Holland Inlandse School (HIS) di Kandangan pada 1953. Di sinilah, Hassan Basry kecil bersekolah dan menimba ilmu, hingga kelak menjadi tokoh militer sebagai Gubernur Tentara ALRI Divisi IV Pertahanan Kalimantan.
“Sebagai seorang guru, Aidan Sinaga juga mengajar di HIS Banjarmasin dan Sekolah Hutsu Cho-Gakko, pengganti Meer Uitgebried Lager Onderwijs (MULO), di masa pendudukan Jepang,” kata Wajidi Amberi kepada jejakrekam.com, Kamis (14/3/2019).
Seiring sejalan dengan perjuangan garis militer yang ditempuh Hassan Basry dan kawan-kawan, Aidan Sinaga justru memilih jalur diplomasi di rel politik usai Proklamasi Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945 yang diproklamir Bung Karno dan Bung Hatta.
Bertempat di Banjarmasin pada 19 Januari 1946, Aidan Sinaga bersama para aktivis politik mendirikan partai politik (parpol) bernaam Serikat Kerakyatan Indonesia (SKI). Lewat jalur politik, Aidan Sinaga dan kawan-kawan menjadi SKI sebagai wadah diplomasi politik mendukung perjuangan Hassan Basry yang angkat senjata melawan Belanda, ketika hendak menguasai Kalimantan kembali.
SKI didirikan bersama dr D.S. Diapari, dr Suranto, A.A Rivai, R Sya’ban, E.S Handuran, dan Abdullah. Ketika itu, Aidan Sinaga menjadi Wakil Ketua II SKI. Sedangkan, posisi ketua umum dipegang D.S Diapari, dan posisi Wakil Ketua I A.A Rivai, dan Sekretaris Umum E.S Handuran, serta pengurus lainnya.
Sebagai orang republiken, Wajidi Amberi menyebut kiprah Aidan Sinaga sangat vital dalam mempertahankan kemerdekaan RI. Itu ketika Perundingan Linggarjati antara Indonesia dan Belanda, dimulai pada 11 November 1946, digagas Lord Kilearn, untuk menghentikan pertempuran kedua negara.
Hasil perundingan ini berisi 17 pasal. Ada poin pentingnya adalah Belanda hanya mengakui secara de facto wilayah RI terdiri dari Jawa, Sumatera dan Madura, serta meninggalkan Indonesia paling lambat 1 Januari 1949. Di satu sisi, Belanda membentuk Negara Republik Indonesia Serikat (RIS), termasuk di dalamnya Kalimantan. Sedangkan, RIS tergabung dalam Persemakmuran Indonesia-Belanda dengan mahkota negeri Belanda sebagai kepala uni.
Perjanjian yang diteken Sutan Syahrir (wakil Indonesia) dan Komisi Jenderal Belanda Wim Schermerhon, dengan anggota H.J. van Mook jelas merugikan Indonesia, khususnya Kalimantan.
“Ketika menyikapi Perundingan Linggarjati ini, Aidan Sinaga, E.S Handuran dan A.A Rivai langsung menghadap Wakil Presiden Mohammad Hata di Yogyakarta. Mereka mengeluarkan pernyataan tertanggal 20 November 1945 yang berisi dukungan dan kesetian SKI terhadap Republik Indonesia,” ujar Wajidi Amberi.
Menurut peneliti sejarah di Balitbangda Provinsi Kalsel, justru berkat perjuangan tokoh-tokoh SKI ini berhasil membelokkan suara dalam Dewan Banjar, sebuah badan legislatif bentukan Belanda, bukan pro kolonial, namun bersuara lantang untuk perjuangan kaum patriot.
Sebagai wakil negara federal bentukan Belanda, Aidan Sinaga dan A.A Rivai pun naik pesawat dari Banjarmasin transit di Jakarta menuju negeri Belanda mengikuti Konferensi Meja Bundar (KMB) di Denhaag.
Diangkut dengan pesawat constellation KLM pada Agustus 1949, Aidan Sinaga dan A.A Rivai hadir dalam KMB sebagai utusan BFO dari Dewan Banjar. Persidangan di Negeri Belanda, mempertemukan delegasi RI dan delegai BFO di Scheveningen dan ‘s-Gravenhage.
Agendanya membicarakan persiapan konstitusi RIS. Saat itu, A.A Rivai sebagai BFO dari Dewan Banjar membubuhkan tandatangan pada Piagam Persetujuan Naskah Undang-Undang Dasar Peralihan bernama Konstitusi Republik Indonesia Serikat yang dilampirkan dalam piagam tersebut.
“Persidangan KMB di Denhaag Belanda ini berlangsung sejak Agustus hingga November. Pada 9 November 1949, Aidan Sinaga kembali ke Jakarta,” ucap Wajidi.
Begitu kedaulatan Indonesia diakui Belanda, Aidan Sinaga pun dipercaya menjadi Walikotapraja Banjarmasin pada 1950-1958. Begitu banyak torehan prestasi diretas sang walikota di masa negeri Indonesia yang masih belia.
Di kediaman pribadi yang kini jadi Café Capung di Jalan S Parman, berderet foto lawas dan barang antik masih dijaga sang cucu, Esther Sinaga. Bahkan, kecintaan Aidan Sinaga terhadap Tanah Banjar, dia pun berwasiat ingin tulang belulang tetap terkubur dan menyatu, tak mau dibawa ke tanah leluhurnya, di Batak, Sumatera Utara. (Sumber redaksi - jejakrekam)
=====
Aidan Sinaga (lahir di Tarutung, Sumatra Utara, 6 Maret 1906; umur 115 tahun). Pendidikannya adalah H.K.S Hoofd-Actie Cursus. Tokoh ini pada mulanya adalah guru HIS (Hollands Inlandse School) di Kandangan tahun 1935. Selain itu dia juga mengajar di HIS Banjarmasin dan sekolah Hutsu Cho-Gakko (pengganti MULO/Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) pada masa pendudukan Jepang.
Pada zaman setelah kemerdekaan, A.Sinaga aktif di organisasi kepartaian, yaitu bersama dr. D.S. Diapari, dr. Suranto, A.A. Rivai, R. Sya'ban, E.S. Handuran, dan Abdullah mendirikan partai politik Serikat Kerakyatan Indonesia (SKI) pada tanggal 19 Januari 1946 di Banjarmasin. Sebagai dengan Ketua Umum D.S. Diapari, Wakil Ketua I A.A. Rivai, Wakil Ketua II A. Sinaga. Sekretaris Umum E.S. Handuran dan beberapa pengurus lainnya.
Tujuan pembentukan SKI adalah untuk sarana perjuangan di bidang diplomasi politik, untuk mendukung perjuangan rekan-rekan di bidang militer, pimpinan Hasan Basry. Menyikapi Persetujuan Linggarjati, yang isinya tidak memasukkan Kalimantan sebagai wilayah dari Republik Indonesia, maka Aidan Sinaga, E.S. Handuran dan A.A. Rivai menghadap Wakil Presiden Drs. Mohammad Hatta di Yogyakarta dan menyampaikan surat pernyataan bertanggal 20 November 1946 berisi dukungan dan kesetiaan SKI terhadap Republik Indonesia
Perjuangannya bersama tokoh-tokoh SKI lainnya berhasil mendominasi anggota Dewan Banjar, sebuah badan legislatif bentukan Belanda. Dari 7 kursi yang tersedia, 5 kursi diduduki orang-orang SKI. Sehingga Dewan banjar lebih berpihak pada perjuangan menuju Negara Kesatuan daripada menyalurkan keinginan Belanda untuk membentuk negara perserikatan.
Sebelum Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag, A. Sinaga bersama A.A. Rivai sebagai utusan BFO dari Dewan Banjar mengikuti persidangan antara Delegasi Republik Indonesia di Scheveningen dan ‘s-Gravenhage, membicarakan persiapan pembuatan Konstitusi RIS. A.A. Rivai sebagai wakil dari Dewan Banjar ikut membubuhkan tanda tangan pada Piagam Persetujuan Naskah Undang-undang Dasar Peralihan bernama Konstitusi Republik Indonesia. Mereka berdua selanjutnya mengikuti Persidangan KMB di Den Haag. Sehabis dari KMB, keduanya pulang ke Indonesia dengan pesawat constellation KLM tanggal 9 November 1949. bersama utusan-utusan lainnya.
Sesudah pengakuan kedaulatan, ia dipercaya sebagai Wali Kotapraja Banjarmasin (1950-1958).
Wajidi, 2007, Proklamasi Kesetiaaan Kepada Republik, Pustaka Banua, Banjarmasin - WIKIPEDIA
=====
Comments