Penguasa Banjarmasin semula adalah patih (kepala desa), setelah menjadi Kesultanan adalah Sultan Banjar, setelah perpindahan ibu kota kerajaan ke Martapura, pelabuhan Banjarmasin di bawah otoritas Putera Mahkota atau adik Sultan Banjar, dan setelah dikuasai Belanda, Banjarmasin di bawah Residen Belanda.

Penguasa Kota Banjarmasin:
  1. Patih Masih, kepala kampung Banjarmasih (Kuin Utara)
  2. Sultan Suriansyah, Sultan ke-1, berkedudukan di Kuin
  3. Sultan Rahmatullah, Sultan ke-2, berkedudukan di Kuin
  4. Sultan Hidayatullah, Sultan ke-3, berkedudukan di Kuin
  5. Sultan Mustain Billah, berkedudukan di Kuin
  6. Sultan Agung, berkedudukan di Sungai Pangeran
  7. Pangeran Abdullah bin Sultan Muhammadillah, Putra Mahkota
  8. Pangeran Dupa, Putra Mahkota
  9. Jan van Suchtelen (1747-1752), residen Belanda di Tatas
  10. Bernard te Lintelo (1752-1757), residen Belanda di Tatas
  11. R. Ringholm (1757-1764), residen Belanda di Tatas
  12. Lodewijk Willem de Lile (1760-1764), residen Belanda di Tatas
  13. Willem Adriaan Palm (1764-1777), residen Belanda di Tatas
  14. Piter Waalbek (1777-1784), residen Belanda di Tatas
  15. Barend van der Worm (1784-1787), residen Belanda di Tatas
  16. Alexander Hare (1812), Resident-Comissioner Inggris di Tatas
  17. C. L. Hartmann
  18. A. M. E. Ondaatje (1858), residen Belanda di Banjarmasin.
  19. I.N. Nieuwen Huyzen (1860), residen Belanda di Tatas
  20. C.C. Tromp. (mulai 11 November 1870).
  21. Ronggo 1860: Pangeran Toemenggoeng Tanoe Karsa
  22. Ronggo 1898-1905: Kiahi Mas Djaja Samoedra
  23. Ronggo 1913: Raden Toemenggoeng Soeria Kasoema
  24. C.A. Kroesen (1898), residen Belanda di Tatas
  25. C.J. Van Kempen (1924), residen Belanda di Tatas. Mulai tahun 1919 Banjarmasin memiliki Burgemester (Wali kota)
  26. J. De Haan (1924-1929), residen Belanda di Tatas
  27. R. Koppenel (1929-1931), residen Belanda di Tatas
  28. W.G. Morggeustrom (1933-1937), residen Belanda di Tatas
=====

Perkembangan Administrasi Kota

Mansur tercatat sebagai Wali Kota (Kota Besar) Banjarmasin Periode 1945-1950 (belum resmi). Setelah penyerahan kedaulatan tanggal 27 Desember 1949 Kotapraja Banjarmasin dengan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Serikat (RIS) Pada bulan April 1950 masuk pemerintahan Republik Indonesia dengan Undang­-Undang Nomor 3/1953 tentang pembentukan Kota Besar Banjarmasin dengan disertai pemberian kewenangan mengatur rumah tangga sendiri, urusan medebewind dan Otonomi Daerah, dengan Walikota pertama ditunjuk oleh Pemerintah Pusat adalah AIDAN SINAGA.

Setelah dikeluarkan Undang-Undang No. 1 tahun 1957, maka terpisahlah urusan pusat dan daerah yang pada waktu ada pejabat Walikota dan ada pula Kepala Daerah:
1. H. Horman sebagai P.O. Walikota dan,
2. Burhan Afhani sebagai Kepala Daerah.

Dengan adanya Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959, kembali ke Undang-Undang Dasar 1945, maka dilakukan penyempumaan Sistem Pemerintahan di Daerah dengan dikeluarkannya PenPres No. 16 tahun 1956 dan Pen Pres No. 5 tahun 1960 (setelah disempumakan), dibentuk Lembaga Legislatif DPRD Gotong Royong terdiri dari wakil-wakil Golongan Karya.

Sesuai dengan Undang-Undang No. 1 tahun 1957 Daerah Indonesia dibagi atas Daerah Swatantra tingkat I dan tingkat II). Akan tetapi sesudah berlakunya Undang-Undang No. 18 tahun 1965 tentang pokok-pokok pemerintahan yang baru, maka nama Daswati I berubah menjadi Propinsi dan Daswati II menjadi Kabupaten/Kotamadya).

Berhubung Walikota Kotamadya Banjarmasin H. Horman mengundurkan diri beserta sekretarisnya Apipudin (1959-1965) dengan Surat Keputusan Gubemur Kepala Daerah Tingkat I Kalimantan 8elatan tanggal 28 April 1965 No. 1-2-19-247 dan dengan surat keputusan Gubemur tanggal 2 Oktober 1965 No. Sekr-BB-3-26-474 ditunjuk Kapten Quderah H. Adenan (anggota BPH) sebagai Pj. Walikota. Kemudian dengan surat keputusan Menteri Dalam Negeri tanggal 13-9-1965 No. UP/15/5/18 - 1358, M. Hanafiah sesuai dengan diantara calon yang diajukan oleh DPRD Kotapraja Banjarmasin, diangkat menjadi Walikota Kotapraja Banjarmasin).

=====